Kamis, 13 November 2008

Warung Masyarakat Informasi (Warmasif)

Bagikan Artikel ini:


Dua hari yang lalu (kalau tidak salah), saya sempat sekilas menyaksikan acara dialog mengenai Warmasif di stasiun TV TVRI, tepatnya menjelang larut malam. Yang saya ingat, acara tersebut menghadirkan Bapak Djoko Agung (kini menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Aptel Depkominfo), satu orang dari PT Pos Indonesia, dan satu orang lagi..(kok saya lupa ya..."Hiks!"), dengan host dr. Lula Kamal.

Sebenarnya mulai malam itu juga saya berniat untuk menuliskan apa yang saya sempat tangkap dari dialog itu ke dalam blog ini. Tapi ternyata belum cukup waktu saat itu. Sekarang saya akan mencoba menuangkan apa yang saya ingat dari dialog itu dalam waktu yang singkat ini. Mudah-mudahan saya bisa membagi informasi yang lebih mendalam lagi di lain waktu.

Warmasif adalah singkatan dari Warung Masyarakat Informasi. Warmasif merupakan salah satu program pemerintah RI, dalam hal ini di bawah tanggung jawab Depkominfo. Bentuknya adalah penyediaan pusat akses informasi bagi masyarakat umum. Warmasif sendiri merupakan salah satu bentuk implementasi Community Access Point, yang dipahami secara sepintas oleh penulis sebagai tempat berkumpulnya masyarakat (yang dapat membentuk suatu komunitas) untuk mengakses informasi dan komunikasi dengan bantuan seperangkat alat shalat..eh...teknologi.

Bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, Warmasif memanfaatkan lokasi kantor pos di seluruh Indonesia. Ada beberapa alasan yang mendasari terpilihnya PT Pos Indonesia sebagai mitra pengembangan Warmasif ini:
1. PT Pos Indonesia telah memiliki nama besar, dengan jaringan yang tersebar di seluruh pelosok nusantara.
2. PT Pos Indonesia memiliki visi pengembangan TIK yang sama, yakni ke depannya produk PT Pos Indonesia tidak lagi cukup berbasis dokumen fisik, namun juga mulai menggunakan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
3. PT Pos Indonesia juga merasa diuntungkan, karena dengan bertambahnya kunjungan masyarakat ke kantor pos, diharapkan produk pos yang lain dapat meningkat penggunaannya.

Secara mudah, Warmasif ini dapat dikatakan sebagai "warung Internet (warnet)"-nya pemerintah. Perbedaan Warmasif dengan warnet secara umum adalah :
1. Tarif akses yang dikenakan kepada pengguna lebih murah daripada warnet di sekitarnya (tetapi masih dalam tingkat bersaing. Contoh: tarif warnet terdekat Rp3.000,- per jam, maka Warmasif mungkin akan memasang tarif Rp2.500,- per jam).
2. Warmasif menyediakan tenaga operator secara cuma-cuma untuk membantu pemenuhan kebutuhan pengguna yang kurang memahami penggunaan komputer atau Internet atau teknologi lainnya di Warmasif (diasumsikan operator ini dapat memberikan pelayanan yang lebih intensif dari petugas warnet biasa).
3. Warmasif tidak hanya menyediakan akses informasi secara online, tetapi juga secara offline. Ada banyak informasi publik lain yang dapat diakses secara offline di Warmasif. Sumber lain menyebutnya sebagai fasilitas Perpustakaan Dijital.

Saat ini ada 63 Warmasif di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, baru sebagian kecil yang dapat dikatakan maju, antara lain di Malang. Bapak Djoko Agung menyampaikan alasan kurang meratanya perkembangan Warmasif ini antara lain disebabkan oleh pemilihan lokasi Warmasif yang kurang tepat. Oleh karena itu akan terus dievaluasi pelaksanaannya oleh Depkominfo.

Narasumber dari PT Pos Indonesia menambahkan bahwa kemajuan Warmasif di Kota Malang tak lepas pula dari peran pelaku bisnis dan anggota masyarakat sekitar juga. Awalnya, semua Warmasif diberikan komputer sebanyak lima unit. Tetapi kemudian ada perusahaan di Malang yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap perkembangan TIK menyumbangkan bantuan unit komputer, sehingga sekarang jumlahnya menjadi 40 unit.

Lalu, apakah keberadaan Warmasif ini merupakan bentuk ancaman terhadap warnet swasta yang telah banyak berdiri di Indonesia? Jawabannya adalah tidak. Warmasif ini adalah wujud program pemerintah dalam rangka memberikan kesempatan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan mempercepat akselerasi penyebaran TIK di seluruh kalangan masyarakat. Tentunya semua ini terkait dengan visi untuk menciptakan Masyarakat Informasi Indonesia, yakni bentuk masyarakat yang menjadikan informasi sebagai komoditas utama dalam menunjang kesejahteraan hidupnya.

Pembicara dari PT Pos Indonesia memberi salah satu contoh kisah Warmasif di daerah Balige, sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Setelah ada Warmasif, di sekitarnya mulai tumbuh warnet-warnet baru sebagai pesaing dari Warmasif. Jadi dari sini terlihat bahwa Warmasif bukanlah ancaman bagi warnet-warnet swasta, melainkan hanya sebagai lawan dalam suatu bentuk persaingan yang sehat.

Bapak Djoko Agung menambahkan bahwa ada tiga unsur yang berperan dalam perkembangan Warmasif, yakni Depkominfo, PT Pos Indonesia, dan pemerintah daerah setempat. Peran pemda ini juga penting, karena merekalah yang lebih tahu kondisi daerah lokal dan lebih dapat menggiatkan kehidupan perekonomian di daerahnya.

Sekian dulu informasi yang dapat saya bagikan, mohon maaf atas kekurangan, kesalahan informasi dan ketidaksempurnaan penyampaian yang mungkin terjadi dalam penulisan artikel ini.


Artikel Terkait:

6 komentar:

  1. saya terima nikahnya ....
    napa dhin, udah pengen nikah yee :P

    BalasHapus
  2. "seperangkat alat sholat" maksudnya :p

    mantaplah calon mentri kita ini :D

    BalasHapus
  3. Ooooo....itu toh...wehehe..
    Doain dong...ada tutorialnya gak?

    BalasHapus
  4. saya terima nikahnya dengan mas kawin membangun warmasif utk daerha Serang dan sekitarnya kontan :)

    Serang kan belum ada warmasif ya din?

    BalasHapus
  5. kayaknya udah deh Rif...
    coba cek di Kantor Pos Cabang Serang deh..

    BalasHapus