Kamis, 27 November 2008

Provider Koneksi Internet

Bagikan Artikel ini:


Dalam rangka menghadirkan jaringan Internet di sebuah rumah kos, seorang pengelola rumah kos tengah membandingkan beberapa pilihan solusi layanan koneksi Internet untuk pelanggan rumahan. Diawali dengan pengalamannya menggunakan produk Speedy dari Telkom, ia cenderung menjatuhkan pilihannya kepada paket Speedy Office Unlimited.

Seperti diketahui oleh khalayak ramai yang sempat membuka informasi di website Telkomspeedy, biaya berlangganan paket Speedy Office tersebut adalah Rp750.000,- per bulan. Ia meyakini bahwa kecepatan teoritis yang dijanjikan adalah juga sebesar 1 Mbps, layaknya paket Speedy Personal. Pemilihan unlimited diyakininya sebagai pilihan ekonomis untuk mengakomodir tingginya kebutuhan akses Internet para penghuni kos setiap bulannya.

Ia tentu teringat bahwa ia sempat menyaksikan dan merasakan sendiri kecepatan koneksi Internet menggunakan layanan Broom dari Indosat M2. Pengalaman inilah yang akan membuatnya dapat menentukan pilihan yang relatif paling tepat untuk kebutuhannya. Kecepatan yang jauh dari harapan, mahalnya harga modem, dan penurunan bandwidth seiring dengan tercapainya kuota data tertentu mengakibatkan layanan ini berada di urutan bawah pada daftar kandidat yang ada.

Dia yang berpetualang, dia pula yang berusaha mencari suara-suara sumbang. Sumbang apa? Sumbang dalam arti 'miring', mengenai kualitas layanan para kandidat. Di Internet dia dapatkan informasi mengenai paket Fastnet 1500 dari FirstMedia, yang notabene mengungguli paket Speedy Office Unlimited dengan bandwidth up to 1500 Kbps seharga Rp595.000,- per bulan. Di malam yang sesunyi itu, ia langsung menelepon Call Center Fastnet yang menjanjikan pemberian more information kepada para penelepon, setelah sebelumnya sempat mendapatkan sedikit informasi di forum Internet bahwa ada kebijakan Firstmedia yang melarang pembagian koneksi ke lebih dari satu komputer per akun langganan.

Saat itu ia sempat berbicara dengan salah satu agen Call Center, yang menanyakan terlebih dahulu area tempat tinggalnya agar dapat diperiksa ketercakupannya dalam layanan Fastnet tersebut. Sebelum melakukan kontak melalui telepon, pengelola rumah kos sudah terlebih dahulu mencari area tempat tinggalnya di daftar area cakupan layanan yang tertera pada website Fastnet. Ternyata alamat rumahnya belum tercantum pada daftar area yang telah tercakup layanan Fastnet. Faktanya adalah, alamat rumahnya hanya berjarak lebih kurang 30 meter dari suatu alamat yang tercantum di website Fastnet sebagai alamat yang tercakup layanan Fastnet. Tentunya ia tidak ambil pusing dengan ketidaktercantuman alamat ini, karena ia beranggapan ini hanya masalah kekuranglengkapan data dan kurangnya informasi.

Melalui kontak telepon, ia mencoba memastikan apakah rumahnya sudah tercakup dalam area layanan Fastnet. Petugas mencatat alamat lengkapnya, memeriksa sebentar, dan menyampaikan kembali hasil pengecekan kepadanya, yakni bahwa alamatnya belum tercakup layanan Fastnet hingga sekarang. Pengelola rumah kos hanya menghela nafas, mencoba memaklumi kalau petugas tentunya hanya mencari data alamat di database seperti apa adanya, tanpa melihat keterhubungan lokasi alamat tersebut dengan daerah sekitarnya melalui peta atau denah.

Satu hal lagi yang ingin ia pastikan ialah bisa atau tidaknya koneksi Fastnet ini dibagikan ke beberapa komputer. Setelah dua kali melakukan konfirmasi, didapatkan kesimpulan bahwa koneksi Fastnet tidak boleh dibagi ke lebih dari satu komputer. Hal ini menjadi penutup pembicaraan mereka saat itu.

Ia semakin melihat kejelasan mengenai solusi yang akan dipilihnya, setelah melihat kelebihan dan kekurangannya. Ia pun dengan tenang beranjak dari komputernya dan meluruskan tulang punggungnya di suatu alas yang terbuat dari bahan yang empuk sambil memejamkan matanya. Ia tidur.

Jakarta - 27 Nopember 2008




Gateway dan Acer

Bagikan Artikel ini:


Ada iklan laptop Emachines di Kompas hari ini, 27 Nopember 2008.
Penasaran, ternyata ada tulisan di bawahnya, yang menandakan bahwa produk ini "ada hubungannya" dengan Gateway. Kalau Gateway sih berarti perusahaan komputer USA, kayaknya bagus nih, karena dulu sempet buka-buka website Gateway.

Buka website Emachines, ternyata cuma ada satu tipe laptop, D720, prosesornya masih Dual Core. Cari di Google, ketemunya "Acer Emachines D720". Penasaran, cari lagi tentang "Gateway and Acer".

Ternyata berita mengatakan bahwa "Acer mengakuisisi Gateway". Cari lagi "gateway and emachines", ketemu informasi "Gateway mengakuisisi eMachines". Hmm...hehehe...hohoho...hhhhhh.....
Beli laptop yang mana dong ya...apa merk Korea? Dulu merk NEC rusak VGA-nya, biaya servisnya mahal banget, gak jadi servis deh. Hari gini dollar mahal, 12ribuan. Mau beli yang merek bala-bala, takut nanggung, takut rugi.


Senin, 17 November 2008

Peringkat di Google

Bagikan Artikel ini:


Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya blog yang di Blogspot ter-index oleh Google dan berada di atas blog yang di Wordpress. Blog yang di Blogspot dibuat tanggal 10 Nopember 2008, dan menempati urutan pertama di Google dengan keyword "aldhino".

Berikut screenshot-nya tanggal 17 Nopember 2008 :

Berarti kira-kira memakan waktu 6-7 hari untuk bisa masuk di Google. Kondisinya, yang di Wordpress sudah jarang saya akses dan update. Hanya yang di Blogspot yang bakal sering di-update.

Jadi teringat, dulu sebelum bikin blog, hasil pencarian keyword "aldhino" yang paling top itu datangnya dari website VLSM, punyanya Pak Ibam...hehe...antara lain yang seperti ini nih:



- end of post -







Kamis, 13 November 2008

Warung Masyarakat Informasi (Warmasif)

Bagikan Artikel ini:


Dua hari yang lalu (kalau tidak salah), saya sempat sekilas menyaksikan acara dialog mengenai Warmasif di stasiun TV TVRI, tepatnya menjelang larut malam. Yang saya ingat, acara tersebut menghadirkan Bapak Djoko Agung (kini menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Aptel Depkominfo), satu orang dari PT Pos Indonesia, dan satu orang lagi..(kok saya lupa ya..."Hiks!"), dengan host dr. Lula Kamal.

Sebenarnya mulai malam itu juga saya berniat untuk menuliskan apa yang saya sempat tangkap dari dialog itu ke dalam blog ini. Tapi ternyata belum cukup waktu saat itu. Sekarang saya akan mencoba menuangkan apa yang saya ingat dari dialog itu dalam waktu yang singkat ini. Mudah-mudahan saya bisa membagi informasi yang lebih mendalam lagi di lain waktu.

Warmasif adalah singkatan dari Warung Masyarakat Informasi. Warmasif merupakan salah satu program pemerintah RI, dalam hal ini di bawah tanggung jawab Depkominfo. Bentuknya adalah penyediaan pusat akses informasi bagi masyarakat umum. Warmasif sendiri merupakan salah satu bentuk implementasi Community Access Point, yang dipahami secara sepintas oleh penulis sebagai tempat berkumpulnya masyarakat (yang dapat membentuk suatu komunitas) untuk mengakses informasi dan komunikasi dengan bantuan seperangkat alat shalat..eh...teknologi.

Bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, Warmasif memanfaatkan lokasi kantor pos di seluruh Indonesia. Ada beberapa alasan yang mendasari terpilihnya PT Pos Indonesia sebagai mitra pengembangan Warmasif ini:
1. PT Pos Indonesia telah memiliki nama besar, dengan jaringan yang tersebar di seluruh pelosok nusantara.
2. PT Pos Indonesia memiliki visi pengembangan TIK yang sama, yakni ke depannya produk PT Pos Indonesia tidak lagi cukup berbasis dokumen fisik, namun juga mulai menggunakan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
3. PT Pos Indonesia juga merasa diuntungkan, karena dengan bertambahnya kunjungan masyarakat ke kantor pos, diharapkan produk pos yang lain dapat meningkat penggunaannya.

Secara mudah, Warmasif ini dapat dikatakan sebagai "warung Internet (warnet)"-nya pemerintah. Perbedaan Warmasif dengan warnet secara umum adalah :
1. Tarif akses yang dikenakan kepada pengguna lebih murah daripada warnet di sekitarnya (tetapi masih dalam tingkat bersaing. Contoh: tarif warnet terdekat Rp3.000,- per jam, maka Warmasif mungkin akan memasang tarif Rp2.500,- per jam).
2. Warmasif menyediakan tenaga operator secara cuma-cuma untuk membantu pemenuhan kebutuhan pengguna yang kurang memahami penggunaan komputer atau Internet atau teknologi lainnya di Warmasif (diasumsikan operator ini dapat memberikan pelayanan yang lebih intensif dari petugas warnet biasa).
3. Warmasif tidak hanya menyediakan akses informasi secara online, tetapi juga secara offline. Ada banyak informasi publik lain yang dapat diakses secara offline di Warmasif. Sumber lain menyebutnya sebagai fasilitas Perpustakaan Dijital.

Saat ini ada 63 Warmasif di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, baru sebagian kecil yang dapat dikatakan maju, antara lain di Malang. Bapak Djoko Agung menyampaikan alasan kurang meratanya perkembangan Warmasif ini antara lain disebabkan oleh pemilihan lokasi Warmasif yang kurang tepat. Oleh karena itu akan terus dievaluasi pelaksanaannya oleh Depkominfo.

Narasumber dari PT Pos Indonesia menambahkan bahwa kemajuan Warmasif di Kota Malang tak lepas pula dari peran pelaku bisnis dan anggota masyarakat sekitar juga. Awalnya, semua Warmasif diberikan komputer sebanyak lima unit. Tetapi kemudian ada perusahaan di Malang yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap perkembangan TIK menyumbangkan bantuan unit komputer, sehingga sekarang jumlahnya menjadi 40 unit.

Lalu, apakah keberadaan Warmasif ini merupakan bentuk ancaman terhadap warnet swasta yang telah banyak berdiri di Indonesia? Jawabannya adalah tidak. Warmasif ini adalah wujud program pemerintah dalam rangka memberikan kesempatan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan mempercepat akselerasi penyebaran TIK di seluruh kalangan masyarakat. Tentunya semua ini terkait dengan visi untuk menciptakan Masyarakat Informasi Indonesia, yakni bentuk masyarakat yang menjadikan informasi sebagai komoditas utama dalam menunjang kesejahteraan hidupnya.

Pembicara dari PT Pos Indonesia memberi salah satu contoh kisah Warmasif di daerah Balige, sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Setelah ada Warmasif, di sekitarnya mulai tumbuh warnet-warnet baru sebagai pesaing dari Warmasif. Jadi dari sini terlihat bahwa Warmasif bukanlah ancaman bagi warnet-warnet swasta, melainkan hanya sebagai lawan dalam suatu bentuk persaingan yang sehat.

Bapak Djoko Agung menambahkan bahwa ada tiga unsur yang berperan dalam perkembangan Warmasif, yakni Depkominfo, PT Pos Indonesia, dan pemerintah daerah setempat. Peran pemda ini juga penting, karena merekalah yang lebih tahu kondisi daerah lokal dan lebih dapat menggiatkan kehidupan perekonomian di daerahnya.

Sekian dulu informasi yang dapat saya bagikan, mohon maaf atas kekurangan, kesalahan informasi dan ketidaksempurnaan penyampaian yang mungkin terjadi dalam penulisan artikel ini.


Selasa, 11 November 2008

Sharing Koneksi Speedy via Wireless LAN

Bagikan Artikel ini:


Awal bulan ini kebetulan saya mendapat kesempatan untuk melakukan instalasi Wireless LAN di rumah. Datangnya kesempatan ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan untuk menyediakan koneksi Internet secara praktis kepada calon penyewa kamar kos, yang berjumlah empat orang, ditambah untuk saya sendiri dan adik. Kebetulan, sebelumnya saya belum pernah melakukan konfigurasi WLAN sendiri. Jadi tak salah rasanya kalau saya menyebut ini sebagai suatu kesempatan belajar karena tuntutan :D Saya merasa perlu mencatatkan pengalaman itu untuk bekal saya sendiri nantinya, dan semoga bisa berguna juga bagi para pemula lainnya.

Pilihan koneksi jatuh kepada Speedy karena berdasarkan pengalaman saya menggunakan Speedy di daerah Depok dahulu, kecepatannya dan ketersediaan jaringannya cukup memuaskan. Ada satu alternatif lagi sebenarnya, yakni Broom dari Indosat M2, seperti yang dipakai si doi. Tetapi ternyata setelah dicoba, ternyata kecepatannya lebih rendah daripada Speedy, yang mengakibatkan proses browsing menjadi kurang nyaman. Ditambah lagi dengan harga modem yang mahal, bisa mencapai satu juta rupiah. Tetapi mungkin kelebihannya yakni bisa melakukan koneksi dari mana saja selama ada sinyal Indosat, karena menggunakan modem USB portable.


Sesuai perjanjian, petugas dari Plasa Telkom datang, dengan membawa modem ADSL dan melakukan pengaktifan koneksi Speedy. Modem yang ditawarkan adalah modem yang mendapat subsidi dari PT Telkom, yakni TP-LINK tipe TD-8816. Saya hanya perlu mengeluarkan uang sebesar 50 ribu rupiah untuk pembelian modem tersebut, tanpa dikenakan biaya aktivasi.

Setelah mencoba koneksi selama satu hari, saya memutuskan untuk mulai memasang Wireless LAN. Ternyata yang saya perlukan hanya membeli satu buah wireless router lagi. Dengan pertimbangan harga yang ekonomis dan kompatibilitas, saya memilih untuk membeli wireless router TP-LINK tipe TL-WR642G. Untuk alasan kepraktisan, saya membelinya melalui toko komputer online UC98.com.

Setelah membaca beberapa sumber di Internet, ternyata konfigurasi hanya perlu dilakukan pada wireless router. Modem dikonfigurasi dengan menggunakan jenis "Encapsulation" 'PPPoA/PPPoE - LLC', dengan nilai VPI = '0', VCI = '35', QoS = 'UBR', dan memasukkan username dan password account Speedy kita.


Modem ADSL dan wireless router kita hubungkan dengan sebuah kabel Ethernet, dalam kasus ini bisa digunakan kabel cross maupun straight (saya sudah mencoba dua-duanya dan berhasil). Kabel LAN yang keluar dari modem kita hubungkan ke port "WAN" di bagian belakang router. Dan, bila kita melakukan instalasi wireless router kita untuk pertama kali, dalam artian wireless radio signal-nya belum kita aktifkan, maka kita perlu menghubungkan router komputer kita melalui kabel LAN straight. Hubungkan keduanya melalui port LAN di komputer kita dan salah satu port LAN di router (ada empat pilihan port di router ini).

Secara default, alamat IP untuk mengakses konfigurasi di modem ADSL dan wireless router ini sama, yakni '192.168.1.1'. Jadi yang saya lakukan pertama kali adalah mengubah alamat IP konfigurasi wireless router menjadi selain '192.168.1.1', dan mengubah username dan password-nya. Hal ini cukup membantu dari segi keamanan, agar pengguna lain tidak bisa dengan mudah mengakses tools konfigurasi perangkat kita.


Kemudian kita atur "WAN Connection Type"-nya dengan mode 'Dynamic IP'. Masukkan sembarang hostname pilihan kita, dan isi default gateway dengan alamat IP modem ADSL tadi (dalam hal ini '192.168.1.1'). Kita juga dapat memasukkan DNS Speedy dan mengaktifkan pilihan "Use These DNS Servers", tapi hal ini sifatnya optional. Jangan lupa untuk menyimpan perubahan konfigurasi yang kita lakukan dengan menekan tombol 'Save'. Setelah itu router akan melakukan restart, dan mulai melakukan koneksi dengan modem ADSL.



Untuk mengaktifkan layanan wi-fi-nya, kita perlu mendefinisikan sebuah "SSID". Pilihan "channel" adalah pilihan frekuensi di mana sinyal radio kita akan dipancarkan. Mayoritas nilai default adalah '6'. Menurut referensi, pilihan yang bagus untuk kita gunakan adalah '1', '6', atau '11'. Tinggal kita pilih mana yang tidak mengganggu dan tidak terganggu sinyal radio lain yang dipancarkan oleh perangkat wireless radio lain di rumah kita (misalnya cordless telephone). Di bagian ini kita juga mengaktifkan pemancaran sinyal radio oleh router kita, yakni dengan mengaktifkan pilihan "Enable Wireless Radio Router".

Untuk menghindarkan penggunaan akses Internet oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, kita perlu menyiapkan beberapa lapisan keamanan. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan mengaktifkan "Enable Wireless Security" tipe 'WEP'. Kita tentukan sendiri "WEP Key" yang harus dimasukkan oleh pengguna ketika mereka akan melakukan koneksi melalui router kita.



Selain menggunakan "WEP Key", kita juga dapat menambahkan lapisan keamanan dengan mendaftarkan "MAC Address" dari perangkat-perangkat yang berhak mengakses jaringan kita.


Setelah semuanya siap, dan router sudah aktif dengan konfigurasi terbaru, maka kita dapat menikmati kemudahan mengakses Internet melalui jaringan Wi-fi di rumah sendiri.

:D


Senin, 10 November 2008

Belajar di keheningan malam

Bagikan Artikel ini:


"Fiuhh...jam setengah 12 malam..", gumamku dalam hati setelah melihat jam di laptop. Apa sih yang sedang kulakukan hingga larut malam begini? Coba kuingat dulu..


Sore tadi termasuk sore di mana aku merasa mengantuk. Pulang kantor jam empat, baru sampai di rumah ketika jarum jam hampir menunjuk ke angka lima. Hohh..lama juga yahh...Padahal, biasanya, bisa dua jam! Lohh? Iya, sekarang kan aku telah pindah ke kediaman yang baru, lebih dekat dari kantor. Syukurlah...sesuatu hal yang patut disyukuri, satu dari sekian banyak nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.

Kembali ke masalah 'larut malam'. Sehabis maghrib aku sempat makan malam, sambil menikmati beberapa acara televisi. Setelah makan, niatnya mau membetulkan (baca: install ulang OS-nya) komputer si doi, yang kebetulan sengaja dititipkan sementara ke rumahku. Eh..ternyata..ada komponen yang kurang. "Hiks..", kabel power untuk monitor tidak terbawa. Alhasil, niat untuk menyelesaikan proses instalasi malam ini gagal total. Yah, besok mesti cari kabel power dulu di toko. Paling-paling ke Gajah Mada Plaza.

Menjelang isya, aku teringat pada koran Kompas hari ini yang belum sempat dibaca pagi tadi. Kuambil dari meja, kulihat halaman pertama. Aha, tidak ada topik yang 'penting' seperti kemarin-kemarin, seperti misalnya eksekusi terpidana mati kasus Bom Bali II atau krisis moneter global. Ya sudah. Aku pikir, lebih nikmat nih kalau korannya kubawa ke kamar, tentunya untuk dinikmati tulisannya di atas kasur.

Mungkin memang sudah takdirku untuk tertidur tak lama setelah mulai membuka halaman koran sambil berbaring di kasur. Menit demi menit terlewati tanpa kusadari. Seingatku aku tidak bermimpi kok..

"Kriiing...kriingg..", alunan suara ringtone HP CDMA-ku mendadak berbunyi. Mendadak? Ah, sepertinya kata 'mendadak' tidak perlu ditambahkan dalam kasus ini. Pasalnya, menurutku, secara umum kita tidak mengetahui kapan dan oleh siapa kita akan dihubungi oleh seseorang melalui HP kita, jadi kita memang cenderung tidak memiliki persiapan untuk hal itu.

Aku langsung terbangun. Secepat mungkin kuusahakan untuk meraih HP-ku. Kulihat sekilas nama dan nomor peneleponnya, ternyata si doi. "Halo..assalamu'alaikum..", sapaku membuka prosesi penerimaan telepon. "Wa'alaikumsalam..tidur ya?", sebuah tanggapan di seberang sana dengan suara yang tidak asing lagi, khas si doi. Ya ampun, aku ketiduran rupanya. Si doi dengan mudah menduganya, karena tidak banyak alasan lain yang menyebabkan aku tidak menghubungi dia sejak sore menjelang.

Kami hanya mengobrol sebentar, beberapa menit. Itu karena aku 'cenderung' memberi kesan bahwa aku masih mengantuk. Tak lama kemudian, percakapan kami akhiri dengan saling mengucapkan salam kembali. Setelah itu, aku mencoba untuk melanjutkan tidurku, untuk beberapa saat.

Benar, tak lama aku terbangun, karena merasa tidak nyaman. Kulihat jam dinding, ternyata baru lewat sepuluh menit setelah aku menutup telepon tadi. Kulihat sekitar, coba kumpulkan tenaga, barulah aku beranjak dari tempat tidur. Sepi.. karena kita memang tinggal bertiga saja.

Hampa, aku butuh sesuatu. Kuambil air wudhu, lalu mulailah aku menghadap Sang Pencipta, shalat isya. Selesai berdoa, aku keliling sebentar di dalam rumah, melihat jam, lalu tiba-tiba merasa rindu pada si doi. Langsung kuambil HP-ku untuk menghubunginya, dan kami kembali berbincang-bincang beberapa menit. Setelah kututup pembicaraan, kulihat duration counter di HP. Ah, ternyata hampir dapat bonus program "1 jam 1000" dari operatornya.

Setelah itu aku mencoba mengisi waktu dengan menonton TV dan membaca koran yang tadi belum sempat terselesaikan, sambil menunggu adikku yang hingga saat itu belum juga pulang ke rumah. Aku sudah mencoba sms dia dua kali, tapi tidak ada tanggapan.

Waktu kubiarkan berlalu. Toh karena aku pun tak mampu menghentikannya. Hampir jam sembilan, aku mulai khawatir. Kutelepon adikku, diangkat. Ternyata smsku tidak sampai ke dia, jadi dia tidak merasa dipertanyakan dari tadi. "Karaoke? Kenapa sampai malam begini dan tidak kasih kabar dulu...", begitu kurang lebih pertanyaanku -- lebih tepatnya 'keluhku' -- padanya. Hmm, nanti aku mesti menasihati dia. Eh, yang baku itu "nasehat" atau "nasihat" ya? Kok aku lupa sih...

Ya sudah, tampaknya aku harus menunggu kepulangannya sampai jam sepuluh lewat. Kebetulan aku ingat kalau kemarin aku membeli beberapa buku di Gramedia bersama si doi. Ada satu yang ingin kubaca malam ini, yakni yang berjudul "Google Adsense: Mudah Meraup Dolar di Internet", karangan Fajar YS. Zebua. Mengapa aku membeli buku ini? Karena aku punya niat untuk mendapatkan penghasilan tambahan di luar pekerjaan pokokku. Yah, harus kumulai dari sekarang, supaya tidak semakin terlambat.

Bukunya cukup menarik, tata bahasanya rapi dan berkelas. Ternyata, penulisnya adalah mahasiswa S2 Ilmu Komputer UGM. Pantaslah :) Oh ya, inilah yang kusebut 'belajar di keheningan malam', karena begitu sampai di bab yang membahas Google Adsense, aku tergerak untuk langsung mencobanya dengan blog-ku. Kuaktifkan koneksi Internet, yang kebetulan menggunakan Telkom Speedy, yang kudistribusikan menggunakan jalur Wi-fi.

Sungguh, perlu kusampaikan, adalah suatu pengalaman yang memuaskan ketika aku alhamdulillah berhasil mengaktifkan wireless router-nya sehingga bisa terhubung dengan modem ADSL-nya, dan ketika aku menemukan cara untuk membetulkan penerimaan sinyal Wi-fi di laptop adikku, yakni dengan meng-install ulang driver Wireless LAN Adapter-nya, sehingga kami berdua dapat mengakses Internet masing-masing secara bersamaan. Ada keinginan untuk membagi pengalaman yang kudapat itu melalui blog ini.

Kumulai dengan membuat blog di blogger.com. Blog baru? Sebenarnya kini aku sudah mempunyai blog di wordpress.com.Tapi kupikir, tak ada salahnya untuk membuat lagi suatu blog baru dengan teknik pengisian yang mulai disempurnakan menurut imajinasiku sendiri. Pertimbangan yang lain, blogger.com cenderung menghasilkan blog yang disukai oleh mesin pencari. Dan harapannya, akan memberi keuntungan lebih dalam hal pemasangan Google Adsense, karena berasal dari induk perusahaan yang sama.

Tulisan ini adalah isian pertamaku dalam blog baru ini. Kuharap, tulisan ini dapat menjadi tonggak pemicu perkembangan diriku dan dunia baruku pada hari-hari mendatang. Sekarang, aku akan lanjutkan membaca buku, sambil mempraktikkan langsung di blog-ku. Jadi, tulisan ini aku akhiri dulu sampai di sini :D